Thursday, May 19, 2011

Oleh : L.A van Mhanoorunk

PERSIAPAN UNTUK PROKLAMASI

Pada akhir 1944, kedudukan Jepang dalam Perang Pasifik sudah sangat terdesak. Pada bulan Juli 1944 Pulau Saipan yang strategis jatuh ke tangan Amerika Serikat. Hal ini merupakan ancaman langsung terhadap negeri Jepang. Di beberapa kawasan perang tentara Jepang menderita kekalahan. Oleh karena itu pada tanggal 9 September 1944, Perdana Menteri Koiso memberikan janji "Kemerdekaan di kelak kemudian hari" kepada rakyat Indonesia. Di kantor-kantor diperbolehkan mengibarkan bendera Merah Putih, berdampingan dengan dengan bendera Jepang.

Pada tanggal 1 Maret 1945 Panglima Tentara Keenambelas, Jendral Kumakici Harada mengumumkan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritzu Junbi Cosakai) yang disingkat Badan Penyelidik. BPUPKI bertujuan untuk mempelajari hal-hal penting mengenai masalah tata pemerintahan Indonesia merdeka. Anggotanya berjumlah 67 orang Indonesia dan 7 orang Jepang, tanpa hak suara. Ketuanya K.R.T. Rajiman Wedyoningrat, seorang nasionalis tua, wakil ketuanya R.P. Suroso dan seorang Jepang. Upacara peresmiannya dilakukan pada tanggal 28 Mei 1945, di gedung Cuo Sangi In, jalan Pejambon Jakarta.

Sidang pertama BPUPKI, 29 Mei - 1 Juni 1945 membicarakan rumusan dasar filsafat bagi negara Indonesia Merdeka. Berturut-turut beberapa tokoh pemimpin bangsa antara lain Mr. Muh. Yamin, Dr. Mr. Supomo dan lr. Soekarno menyumbangkan pemikirannya. Pada sidang 1 Juni 1945, lr. Soekarno mengajukan lima pokok atau dasar negara yang disebut Pancasila. Nama tersebut didapatkan oleh Ir. Sukarno dari seorang temannya ahli bahasa. Setelah sidang pertama BPUPKI memasuki masa reses selama satu bulan lebih. Sebelum masa reses tersebut, BPUPKI membentuk Panitia Kecil atau Panitia Sembilan yang dipimpin lr. Sukarno dengan anggotanya Drs.Moh. Hatta, Muh. Yamin, Ahmad Subarjo, A.A. Maramis, Abdulkahar Muzakkir. K.H. Wachid Hasyim, H. Agus Salim dan Abikusno Tjokrosuyoso.

Pada tanggal 22 Juni 1945, panitia ini bersidang dan berhasil merumuskan sebuah dokumen yang disebut Piagam Jakarta, sebuah nama yang diusulkan Muh. Yamin. Pada sidang kedua BPUPKI mulai tanggal 10 Juli 1945 dibicarakan perumusan terakhir rancangan hukum dasar oleh panitia perancang hukum dasar yang dipimpin Ir. Soekarno.

Sidang kedua BPUPKI dilanjutkan tanggal 14 Juli 1945 untuk menerima laporan Panitia Perancang Hukum Dasar. Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan lndonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Inkai. Pada tanggal 9 Agustus 1945, tiga tokoh yaitu lr. Soekarno, Drs. Mo.Hatta dan dr. Rajiman Wediodiningrat berangkat ke Dalat (Vietnam Selatan) atas panggilan Marsekal Darat Terauci, Panglima Mandala AsiaTenggara. Dalam pertemuan itu Terauci menyampaikan Keputusan Pemerintah Kemaharajaan Jepang untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia melalui PPKI.

SEKITAR PROKLAMASI


Pada tanggal 7 Agustus 1945, pemerintah pendudukan Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai pengganti BPUPKI. PPKI pada mulanya beranggotakan 21 orang, kemudian tanpa sepengetahuan Jepang ditambah 6 orang anggota lagi. lr. Soekarno ditunjuk sebagai ketuanya, Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketua, dan Mr. A. Soebardjo sebagai penasehat.

Satu hari setelah PPKI diresmikan, ketua PPKI lr. Soekarno dan Dr. Moh. Hatta ditambah dr. Rajiman Wediodiningrat dipanggil oleh Marsekal Terauchi, Panglima Tentara Jepang Kawasan Asia Tenggara, agar datang ke markasnya di Dalath (Vietnam Selatan). Pada tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat didampingi oleh dua pejabat Jepang yaitu : Kolonel Nomura dan Miyoshi. Dalam pertemuan di Dalath, Marsekal Terauchi menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia sudah dapat diumumkan apabila persiapan sudah selesai. Wilayah Indonesia meliputi seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda.

Ketika rombongan dalam perjalanan, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hirosima dan Nagasaki. Sehingga Jepang menyerah kepada sekutu tanggal 14 Agustus 1945. Berita kekalahan Jepang itu didengar oleh Golongan Muda dari siaran radio BBC London. Keesokan harinya tanggal 15 Agustus 1945, Soekarno - Hatta tiba kembali di tanah air. Kedatangan mereka diterima oleh Sutan Syahrir. Ia menyarankan agar Ir. Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan atas nama bangsa Indonesia. Usul tersebut ditolak. Bung Karno berpendapat bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia masih akan dibicarakan dalam rapat PPKI, 18 Agustus 1945. Pendapat ini tidak diterima oleh Syahrir dan para pemuda, sebab mereka masih berpendirian bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang.

Para pemuda kemudian mengadakan rapat pada tanggal 15 Agustus 1945 di ruang Laboratorium Mikrobiologi di Pegangsaan Timur. Rapat yang dipimpin oleh Chairul Saleh itu menghasilan “keputusan mendesak agar Soekarno - Hatta memutuskan hubungan dengan Jepang dan mengadakan musyawarah dengan mereka”. Kemudian Darwis dan Wikana diutus menemui Soekarno – Hatta untuk menyampaikan keputusan golongan muda tersebut. Soekarno - Hatta menolak kemauan golongan muda itu, sehingga timbullah ketegangan.

Karena adanya perbedaan pendapat antara dua golongan itu tidak dapat dipecahkan, maka para pemuda mengadakan rapat dini hari, 16 Agustus 1945 di Asrama Baperpi, Jalan Cikini 71 Jakarta. Rapat tersebut memutuskan akan mengajak Soekarno - Hatta ke luar kota untuk menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang. Tugas itu diserahkan kepada Sukarni, Jusuf Kunto dan Shodanco Singgih. Rencana ini berjalan lancar karena mendapat bantuan perlengkapan Tentara Peta dari Cudanco Latief Hendraningrat. Dengan iring-iringan mobil pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.00 WIB. Soekarno - Hatta dibawa ke Rengasdengklok sebuah kota kewedanan dipantai Utara Kabupaten Karawang disebuah Cudan (Kompi) tentara PETA.

Dalam suatu pembicaraan berdua dengan Soekarno, Shodanco Singgih beranggapan bahwa Soekarno sebenarnya bersedia mengadakan proklamasi segera sesudah kembali ke Jakarta. Sehingga pada dini hari itu Singgih kembali ke Jakarta untuk menyampaikan rencana proklamasi itu kepada kawan-kawannya kaum muda. Sementara itu di Jakarta antara Mr. Ahmad Subarjo dan golongan muda sepakat bahwa proklamasi kemerdekaan harus dilaksanakan di Jakarta. Berdasarkan kesepakatan tersebut Jusuf Kunto mengantar Ahmad Subarjo bersama sekretarisnya Sudiro (Mbah) ke Rengasdengklok. Setelah Ahmad Subarjo menjamin bahwa selambat-lambatnya keesokan harinya Soekarno - Hatta akan memproklamasikan kemerdekaan, Cudanco Subeno, komandan kompi tentara Peta Rengasdengklok, mempersilahkan Soekarno - Hatta malam hari itu juga kembali ke Jakarta.

Ahmad Soebarjo membawa rombongan tersebut ke rumah Laksamada Maeda di Jalan Imam Bonjol no. 1 yang digunakan sebagai tempat rapat untuk membahas proklamasi yang diadakan keesokan harinya. Sebelum rapat dimulai Soekarno - Hatta telah menemui Somubuco Mayor Jendral Nisyimura untuk menjajagi sikapnya mengenai pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Nisyimura menyatakan bahwa dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu berlaku ketentuan, bahwa Jepang tidak diperkenankan lagi mengubah Status Quo. Dengan demikian Soekarno – Hatta semakin yakin bahwa proklamasi harus dilaksanakan lepas dari rencana Jepang.

Soekarno - Hatta kembali ke rumah Laksamana Maeda untuk mengadakan persiapan proklamasi bersama anggota PPKI dan pimpinan golongan muda. Di ruang makan rumah itu dirumuskanlah naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Maeda sebagai tuan rumah mengundurkan diri ke kamar tidurnya di lantai dua. Miyoshi, orang kepercayaan Nisyimura bersama tiga tokoh muda yaitu Sukarni, Sudiro dan B.M. Diah menyaksikan peristiwa itu. Sedangkan tokoh-tokoh lain menunggu di serambi muka. Soekarno menulis konsep teks proklamasi pada secarik kertas, sedangkan Moh. Hatta dan Ahmad Subarjo menyumbangkan pikiran secara lisan. Kalimat pertama teks proklamasi merupakan saran dari Ahmad Subarjo. Sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran dari Moh. Hatta.

Pada pukul 04.00 WIB, dini hari, 17 - 8 - 1945 perumusan konsep naskah proklamasi selesai. Soekarno membacakan konsep tersebut di depan hadirin di ruang depan. Mereka menyetujui isinya, tetapi memperdebatkan siapa yang akan menandatanganinya. Sukarni mengusulkan agar Soekarno - Hatta menandatangani teks tersebut atas nama bangsa Indonesia. Usul tersebut diterima dengan baik. Kemudian konsep itu diketik oleh Sayuti Melik, dan ditanda tangani oleh Soekarno – Hatta atas nama bangsa Indonesia. Mereka sepakat bahwa naskah proklamasi akan dibacakan di kediaman lr. Soekarno, Jl. Pagangsaan Timur 56 pada pukul 10.00 waktu Jawa.

Tepat pukul 10.00, tanggal 17 Agustus 1945, disaksikan kurang lebih 1000 hadirin, lr. Soekarno didampingi Moh. Hatta membacakan teks proklamasi yang didahului oleh pidato singkat. Dilanjutkan dengan pengibaran Sang Saka Merah Putih oleh pemuda Suhud dan mantan Cudanco Latief Hendraningrat. Tanpa dipandu, secara spontan para hadirin mengiringinya dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan Walikota Jakarta Suwiryo.

PEMBENTUKAN BADAN-BADAN KELENGKAPAN NEGARA

Sehari sesudah Proklamasi, 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang untuk pertama kalinya. Sebelum sidang, Soekarno - Hatta meminta Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Wakhid Hasyim, Mr. Kasman Singodimejo dan Mr. Teuku Moh. Hassan membicarakan rumusan Piagam Jakarta. Rumusan tersebut dijadikan Rancangan Pembukaan Undang-undangan Dasar. Hal itu dilakukan karena adanya keberatan dari pemeluk agama lain atas rumusan "Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Tokoh-tokoh tersebut menyetujui rumusan tersebut untuk merubah menjadi “Ketuhan Yang Maha Esa”. Sidang PPKI, 18 Agustus 1945 menghasilkan keputusan, sebagai berikut :
1.         Mengesahkankan Undang-undang Dasar (UUD 1945)
2.         Memilih lr. Soekarno dan Moh. Hatta, sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
3.         Membentuk Komite Nasional untuk membantu Presiden, sebelum MPR dan DPR belum terbentuk

Pada hari berikutnya, 19 Agustus 1945, Presiden memanggil kembali anggota PPKI dan tokoh-tokoh pemuda. Dalam pertemuan  diputuskan :
1.          Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
2.          Merancang pembentukan 12 departemen dan menunjuk para menterinya
3.          Menetapkan pembagian wilayah RI menjadi 8 Propinsi

Selanjutnya pada tanggal 23 Agustus 1945, Presiden mengumumkan dibentuknya tiga badan baru, yaitu :
1.          Komite Nasional Indonesia (KNI)
2.          Partai Nasional Indonesia (PNI)
3.          Badan Keamanan Rakyat (BKR)

KNI disusun dari tingkat pusat sampai ke daerah. Pada tingkat Pusat disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan pada tingkat daerah yang disusun sampai tingkat kewedanan disebut Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID). KNIP bersidang untuk pertama kalinya pada tanggal 29 Agustus 1945, yang dipimpin oleh Kasman Singodimejo sebagai ketuanya. Pada bulan Oktober 1945 kelompok sosialis di bawah pimpinan Sutan Syahrir berhasil menyusun kekuatan dalam KNIP sehingga berhasil meloloskan idenya untuk membentuk Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP). Badan ini dalam perkembangannya banyak dikuasai golongan sosialis yang dipimpin oleh Syahrir dan Amir Syarifudin. Melalui BPKNIP inilah banyak dihasilkan maklumat-maklumat yang ditanda tangani Wakil Presiden yang pada kenyataannya menyimpang dari UUD 1945 seperti :
1.          Maklumat no. X, 16 Oktober 1945, tentang pemberian kekuasaan Legislatif kepada BPKNIP
2.          Maklumat 3 Nopember 1945, tentang pembentukan partai-partai politik
3.          Maklumat 14 Nopember 1945, tentang perubahan sistem pemerintahan presidentil menjadi parlementer.

BKR Pusat pada mulanya dipimpin oleh Mr. Kasman Singodimejo, mantan Daidanco Jakarta. Setelah Kasman kemudian diangkat pemerintah sebagai ketua KNIP, kedudukannya sebagai ketua BKR digantikan oleh Kaprawi, mantan Daidanco Sukabumi. BKR berfungsi sebagai penjaga keamanan dan keselamatan rakyat serta merawat korban perang. BKR di daerah-daerah di bawah koordinasi KNI Daerah. Sehingga BKR bukanlah Tentara Nasional. Pemerintah sengaja tidak membentuk Tentara Nasional dengan alasan pembentukan tentara nasional akan mengundang pukulan atau serangan gabungan tentara Sekutu dan Jepang, sedangkan kekuatan nasional belum mampu menghadapinya.

Kebijakan pemerintah ini tidak memuaskan golongan pemuda. Mereka mengharapkan pembentukan Tentara nasional sebagai tulang punggung pertahanan – keamanan negara baru. Setelah usulan mereka ditolak oleh Presiden, mereka membentuk laskar-laskar bersenjata yang bernaung dibawah Komite Van Aksi, yang bermarkas di Jalan Menteng 31 dan dipimpin oleh Adam Malik, Sukarni, Chaerul Saleh, Maruto Nitintiharjo dan sebagainya. Badan-badan perjuangan tersebut, seperti : Angkatan Pemuda Indonesia (API), Barisan Rakyat Indonesia (BARA), Barisan Buruh Indonesia (BBI), Barisan Banteng, Tentara Pelajar (TP), Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) dan lain-lain.

Sementara itu pada tanggal 15 September 1945, pasukan sekutu, AFNEI yang diboncengi oleh NICA mulai mendarat di Tanjung Priok, Jakarta. Oleh karena itu pemerintah memandang perlu segera dibentuk Tentara Nasional. Tugas ini diberikan kepada pensiunan Mayor KNIL Urip Sumoharjo. Selanjutnya pada tanggal 5 Oktber 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah yang menyatakan berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Dengan maklumat pemerintah tersebut dibentuk markas Tertinggi TKR oleh Urip Sumoharjo di Yogyakarta. Sedangkan tokoh yang ditunjuk sebagai TKR adalah Supriyadi. Akan tetapi Supriyadi yang telah ditunjuk sebagai pemimpin tertinggi TKR ternyata tidak pernah menduduki posnya. Sehingga pada bulan Nopember 1945 diadakan pemilihan pemimpin TKR baru. Tokoh yang terpilih adalah Kolonel Sudirman, Komandan Divisi V/ Banyumas. Pada tanggal 18 Desember 1945 Soedirman dilantik sebagai Panglima Besar TKR dengan pangkat Jendral. Sedangkan Urip Sumoharjo tetap sebagai Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat Letnan Jendral.

Pada tanggal 7 Januari 1946, atas usul Panglima Sudirman, nama Tentara Keamanan Rakyat diganti menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Pada tanggal 25 Januari 1946 diubah lagi namanya menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Kemudian dalam rangka mempersatukan antara TRI dan laskar-laskar perjuangan yang telah ada sebelumnya, pada tanggal 3 Juni 1947 pemerintah mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).